Lain Kali Jangan Ngeblog Kaya Gitu Lagi ya Mas

Source

Saat pagi tadi (hari Jumat), waktu US bagian tengah saya bangun dengan penuh semangat karena ‘it is a weekend.’ Hari yang agak rileks kalu dibandingkan dengan hari-hari lainnya di awal minggu. Sebenarnya ada undangan dari teman untuk datang ke acara BBQ di block sebelah tempat tinggal saya. Tadinnya saya sangat ingin kesana lebih awal. Lumayan makan gratis; makanan di rumah jadi buat besok lagi. Tapi saya langsung bilang ngeblog saja dulu, nanti baru nyusul, soalnya ada sesuatu yang mau saya curahkan ketika pagi-pagi buka mata saya baca sebuah tulisan di blog seseorang. Mudah-mudahan saya tidak terlambat supaya bisa makan gratis.

Bukan tensi juga, tapi sedikit bertanya-tanya ketika saya baca blog tersebut yang isinya antara bloggernya itu iri hati, sakit hati, kurang informasi atau memang sengaja. Intinya dia berada di antara salah satu kategori, kombinasi dari beberapa atau bahkan semuanya. Saya masih ingat banyak orang-orang bijak selalu berkata bahwa orang yang beriman, berpendidikan dan berwawasan luas (civilized people) hampir tidak pernah merendahkan orang lain berdasarkan kelemahan karena secara alamiah, semua manusia dan bangsanya masing-masing mempunya kekurangan dan kelebihan. Bahkan kelemahan-kelemahan pun biasanya dinilai secara subyektif atas kepentingan tertentu, jadi tergantung dari sudut apa anda menilainnya. Tapi itu ‘akh…sudahlah’ coba baca lebih dulu bloggnya di sini supaya tau what the heck I am talking about.

Memang Indonesia itu sudah maju. Analoginya itu seperti orang dewasa sudah harus lebih terdepan di banyak hal dalam kehidupan. Anak kecillah yang masih perlu tuntunan, perlu bantuan kiri-kanan-atas-bawah bagaimana untuk bisa belajar menuju kehidupan yang lebih dewasa dan baik. Saya anggap saja anda sudah baca blognya dan tau bahwa saya setuju dengan apa yang si blogger itu bilang Indonesia masih dalam tanda kutip menjajah Timor Leste. Memang banyak hal yang tidak bisa kita rubah dengan mudah dan dalam waktu singkat, apalagi dalam dunia dimana arus pergerakan barang, orang, jasa, dan informasi layaknya berkecepatan SINKANSEN (kereta super cepat ala Jepang). Hal ini membuat keseragaman atau keumuman dari beberapa aspek kehidupan semakin tidak jarang terlihat di satu pulau ke pulau lain ataupun dari satu negara ke negara lain.

Selebihnya ada dua fakta yang membuat Indonesia dengan Timor Leste itu kelihatan seragam seperti yang disebutkan si blogger. Memang keduanya tidak bisa terpisahkan hanya dengan alasan politik. Fakta geografis membuat keduannya banyak kesamaan. Coba bandingkan rumah anda beserta pekarangannya dengan tetangga anda, pasti banyak kesamaan. Yang kedua, Indonesia menjadi penguasa di Timor Leste selama 24 tahun. Dalam kurung waktu dua decade lebih itu, apa sih yang tidak mendarah daging? Dari mental korupsi, bahasa, model bangunan, makanan, selera music, sampai keturunan generasi. Saya sendiri pernah jatuh cinta sama seorang cewe keturunan, dan suka dengar lagu keroncong, dan dangdut. Kan bukan mentang mentang Timor Leste sudah merdeka jadi tidak boleh jatuh cinta sama itu hal, kan? Nga bisa Brai…. Kan itu manusiawi. Sama halnya juga kalau banyak teman-teman dari Indonesia yang gila akan barang bikinan orang luar. Saya cuman mau bilang saja kalau we have so many things in common, tentunya. Jadi si blogger itu saya anggap tidak ada instink social yang tajam karena dia tidak tau bahwa kesamaan itu bukan karena Timor Leste tidak mampu tapi semuanya itu terjadi karena ada alasan. Kalau banyak baca, pasti ngerti!

Kekurangan Timor Leste memang masih banyak. Mulai dari pengiriman anak mudanya untuk belajar di Indonesia. Jujur saja memang Timor Leste masih belum mempunyai fasilitas yang cukup dan memadai untuk mendidik semua anak-anaknya di dalam negeri untuk mempersiapkan kebutuhan sumber daya manusia di masa depan. Tapi kita harus juga ingat bahwa ilmu itu tidak mengenal batas geografis, politik, ideologi, agama, dan hal tertentu lain. Jadi siapa saja boleh mengejar ilmu sampai kemana saja. Kata pepatah “Tuntunlah Ilmu Sampai ke Negeri China.” Kalau orang Belanda mempunyai pola pikir seperti si blogger, pasti tidak ada sarjana jebolan Belanda. Bayangkan, kalo Jerman kikir ilmu, Habibie mungkin pintarnya biasa biasa saja. Belum lagi America dan negara- negara Eropa. Jadi sekolah di negeri orang itu bukan berarati orang itu mengemis namun ada unsur simbiosis mutualismenya, sangat normal. Si blogger saja yang nga pernah tau. Saya sendiri punya banyak teman dari Indonesia yang orangnya super dewasa sekarang belajar di US. Andaikan si bolgger baca blog saya ini: coba baca informasi mengenai programa beasiswa ini, siapa tau kamu dapat beasiswa ini dan bisa bersekolah di luar. Asik kan, bisa dapat pendidikan yang saya bilang di atas ini.     

Kalau untuk pembangunan fisik kota dan pusat-pusat hiburan Jakarta yang si blogger banggakan itu tidak pernah saya jadikan sebagai indicator apakah Timor Lester itu beradab atau tidak. Hal ini sangat tergatung pada penilaian masing-masing orang dan apa kepentigannya. Jadi, biarlah Jakarta punya gedung-gedung setinggi Burj Khalifa yang tersebar dari selatan-utara hingga timur-barat kota pun tidak apa-apa. Yang penting Timor Lester punya caranya sendiri untuk bagaimana bisa maju kedepan. Tentunya tidak lepas dari kolaborasinnya dengan Indonesia dalam bentuk apa sajalah.


**Hope this gives you an inspiration